Analisis rasio keuangan memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan perhitungan laba rugi, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu perusahaan dan menilai posisi keuangannya saat ini, serta memungkinkan bagi manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditur atau investor terhadap keadaan keuangan perusahaan dan dengan demikian dapat mancari cara-cara yang tepat untuk mendapatkan dana. (S. Munawir (2007:65) )
1. Legal Reserve Requirement (LRR)
Ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia.
2. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Pengertian lainnya LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya.
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwasuatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau realtif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan (Latumaerissa,1999:23). LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit.
3. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.
4. Perhitungan Legal Lending Limit (LLL)
Faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL
· Aspek Permodalan (Capital)
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
· Aspek Kualitas Aktiva Produktif (Asset)
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
· Aspek Kualitas Manajemen (Management)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.
· Aspek Rentabilitas (Earning)
Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO).
· Aspek Likuiditas (Likuidity)
Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
5. Non Performing Loan (NPL)
Kredit yang masuk ke dalam kualitas kredit kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (SE No. 7/3/DPNP). NPL yang digunakan dalam penelitian ini merupakan angka perubahan NPL bulan Desember 2008 dan Januari 2009, dengan kategori 1 = meningkat, 0 = menurun atau tetap.
Variabel Kebijakan Bank Indonesia (KBI) mempengaruhi NPL secara signifikan. KBI No. 7 Tahun 2005 menyebutkan bahwa adanya pengharusan dilakukannya penyeragaman penilaian dan pengategorian kualitas aktiva produktif oleh bank. Hasil pengolahan nilai signifikansi variabel KBI adalah 0,016. Hal ini berarti KBI signifikan mempengaruhi NPL pada tingkat kepercayaan 95% karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan terjadi perbedaan yang nyata antara NPL setelah diterapkannya KBI dengan NPL sebelum diterapkannya KBI.
6. Net Interest Margin (NIM)
Ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
Tingkat Kesehatan Bank
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan
baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan
memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat
membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh
pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan
moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara
keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya
dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya
dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip
kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi
kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi
berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa
berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang
perbankan.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian tingkat kesehatan bank di
Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL
(Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan
penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan penyempurnaan.
Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru,
yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko pasar. Dengan
demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini nantinya
adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan
kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu
faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang
menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami
kesulitan.
Sebagai contoh, suatu bank yang
mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut modalnya cukup, selalu
untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila
permasalahan tersebut tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank
tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di
Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena
terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank yang
sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL
relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan
berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan
factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan
BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan
sebagai berikut :
Tabel Bobot CAMEL
Perbedaan penilaian tingkat kesehatan
antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL.
Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara
bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank
adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas tingkat
kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank.
Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas
aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat
kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari
masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi
suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan
komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit
antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit
selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan
yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas
komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi
lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil
dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya,
akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan
bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
1. Capital (Permodalan)
Kekurangan modal merupakan gejala umum
yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut
dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya
kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian,
pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik
jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank
harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada
saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor
sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut
diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut.
Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah
nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut
sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat
ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya
sebesar 8%.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1) kecukupan pemenuhan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2) komposisi permodalan;
3) trend ke depan/proyeksi KPMM;
4) aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;
5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan
penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6) rencana permodalan Bank untuk
mendukung pertumbuhan usaha;
7) akses kepada sumber permodalan dan
kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. Assets Quality (Kualitas Aset)
Dalam kondisi normal sebagian besar
aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan
atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering
disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah
penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk
pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan
modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.
Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada
kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian,
menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya.
Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus
modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila
kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi
buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti
pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait,
dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan
perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1)Rasio Aktiva Produktif
Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif
Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya
adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
• Untuk rasio sebesar 15,5 % atau
lebih diberi nilai kredit 0 dan
• Untuk setiap penurunan 0,15% mulai
dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP
2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan
PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0 % diberi nilai
kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
2)debitur inti kredit di luar pihak
terkait dibandingkan dengan total kredit;
3)perkembangan aktiva produktif
bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4)tingkat kecukupan pembentukan
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5)kecukupan kebijakan dan prosedur
aktiva produktif;
6)sistem kaji ulang (review) internal
terhadap aktiva produktif;
7)dokumentasi aktiva produktif dan
kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Management (Manajemen)
Manajemen atau pengelolaan suatu bank
akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka
pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam
penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan
memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam
penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi
terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut
dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan
dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen
risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber
daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner
manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko
likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan
risiko pemilik dan pengurus.
Penilaian terhadap faktor manajemen
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
1)manajemen umum;
2)penerapan sistem manajemen risiko;
dan
3)kepatuhan Bank terhadap ketentuan
yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Earning (Rentabilitas)
Salah satu parameter untuk mengukur
tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan.
Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan
operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan
modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan
sehat.
Penilaian didasarkan kepada
rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam
menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1)Rasio Laba terhadap Total Assets
(ROA / Earning 1). Rumusnya adalah
Penilaian rasio earning 1 dapat
dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0,
dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan
nilai maksimum 100.
2)Rasio Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya adalah:
Penilaian earning 2 dapat dilakukan
sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
1)Return on Assets (ROA);
2)Return on Equity (ROE);
3)Net Interest Margin (NIM);
4)Biaya Operasional dibandingkan
dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
5)Perkembangan laba operasional;
6)Komposisi portofolio aktiva
produktif dan diversifikasi pendapatan;
7)Penerapan prinsip akuntansi dalam
pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
5. Liquidity (Likuiditas)
Penilaian terhadap faktor likuiditas
dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar
Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh
Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban
bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang
Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan
Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan
(tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain
yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan
oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai
likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio,
yaitu :
1)Rasio jumlah kewajiban bersih call
money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas dapat dilakukan
sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan
untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100.
2)Rasio antara Kredit terhadap dana
yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan
sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk
setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai
maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva likuid kurang dari 1 bulan
dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
2)1-month maturity mismatch ratio;
3)Loan to Deposit Ratio (LDR);
4)proyeksi cash flow 3 bulan
mendatang;
5)ketergantungan pada dana antar bank
dan deposan inti;
6)kebijakan dan pengelolaan likuiditas
(assets and liabilities management/ALMA);
7)kemampuan Bank untuk memperoleh
akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan
stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
6. Sensitivitas terhadap risiko pasar
(Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)Modal atau cadangan yang dibentuk
untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai
akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2)Modal atau cadangan yang dibentuk
untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss
sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3)Kecukupan penerapan sistem manajemen
risiko pasar.